MAHRETA WIN DAGI
Sabtu, 22 Juni 2013
SUKU GAYO LAUD {ADALAH SUKU KU}
Suku Gayo Lut
Suku Gayo Lut, adalah sub-suku Gayo yang berdiam di sekitar danau Laut Tawar. kabupaten Aceh Tengah provinsi Aceh.
danau Laut Tawar
daerah pemukiman suku Gayo Lut
Suku Gayo Lut, disebut sebagai Gayo Lut, karena wilayah kediaman mereka yang berada di sekitar danau Laut Tawar yang dalam bahasa Gayo disebut danau Lut Tawar. Selain disebut Gayo Lut, kadang mereka disebut juga sebagai Gayo Laut.
Pemukiman suku Gayo Lut, dahulunya terdiri dari rumah-rumah panggung yang panjangnya bisa mencapai 20 hingga 30 meter, dan lebarnya bisa mencapai 10 meter. Dengan bagian bawah, tempat menyimpan binatang ternak seperti sapi dan kambing. Saat ini telah banyak berubah, dan bentuk rumah dibangun sejajar dengan tanah.
Untuk kebudayaan dan adat-istiadat, tidak ada perbedaan dengan sub-suku Gayo lainnya, seperti Gayo Serbejadi (Lukup), Gayo Deret, Gayo Kalul dan Gayo Lues. Hanya saja dibedakan dari dialek yang digunakan, mereka memiliki dialek yang berbeda dengan sub-bahasa Gayo lainnya.
Masyarakat suku Gayo Lut, mayoritas pemeluk agama Islam. Agama Islam telah lama berkembang di wilayah ini, konon menurut cerita mereka, agama Islam lebih dahulu masuk ke masyarakat Gayo dari pada ke suku Aceh.
suku Gayo Lut
Pada umumnya kehidupan masyarakat Gayo Lut, adalah berprofesi sebagai petani, seperti menanam padi di sawah, berladang, bercocok tanam berbagai jenis sayur-sayuran. Mereka juga menanam tanaman keras seperti kopi arabica, yang saat ini semakin berkembang dan terkenal, seperti kopi Gayo.
Selain itu beberapa dari mereka hidup sebagai nelayan penangkap ikan di danau Laut Tawar.
Saat ini, tidak sedikit dari masyarakat Gayo Lut yang telah berhasil di perantauan, menjadi pengusaha ataupun pejabat pemerintahan
ASOL USUL NAMA TAKENGON {tempad lahir ku}
Takengon; Nama Warisan Hurgronje yang Dibanggakan Orang Gayo
Takengon, saat ini adalah nama resmi untuk menyebut ibukota Kabupaten Aceh Tengah yang juga kota terbesar di dataran tinggi Gayo. Nama ini dipakai secara resmi entah itu di peta atau untuk menyebut setiap instansi yang ada di kota ini.
Entah darimana asal muasalnya dan entah siapa yang memulai membuat teori ini, di Gayo sendiri banyak yang percaya kalau asal-usul nama Takengon adalah berasal dari kata bahasa Gayo "Beta ku engon" yang artinya begitu saya lihat.
Sekilas nama ini memang masuk akal, apalagi kalau asal-usul nama itu ditambah dengan cerita sejarah berbau spekulatif yang mengatakan kalau itu adalah ekspresi dari Genali (orang pertama yang dipercaya menemukan kota ini) saat pertama kali melihat danau yang menjadi ciri khgas lansekap kota ini dari salah satu bukit yang mengelilinginya.
Ketika berbicara dengan orang dari luar kota ini dan menanyakan asal, orang asal Kota ini memperkenalkan kota asalnya sebagai kota Takengon. Bahkan di kalangan suku-suku Aceh non-Gayo, nama Takengon secara de facto dipakai untuk menggantikan nama Gayo. Di Banda Aceh misalnya, oleh suku-suku Aceh lainnya darimana pun asalnya, "orang Gayo" lebih umum dipanggil sebagai "orang Takengon". Tidak peduli darimanapun asalnya, entah dari Tingkem, Ponok Baru, Ketol, Timang Gajah bahkan Isaq daN Lumut.
Berpedoman pada nama Takengon ini pula, di kalangan suku Aceh pesisir berkembang cerita tentang asal usul nama Kota ini, dengan sumber yang lebih tidak jelas lagi juntrungannya. Menurut beberapa orang Aceh pesisir, nama Kota Takengon itu berasal dari kata "Taki Ngon", kata-kata bahasa Aceh yang berarti "menipu teman". Lebih kacau lagi ada juga orang Aceh pesisir yang bilang nama Takengon berasal dari "Tak Ngon", artinya membacok teman. Keduanya sama sekali tidak berkonotasi positif.
Tapi anehnya meskipun cerita tentang asal usul nama Kota Takengon versi orang Gayo di atas cukup masuk akal. Tapi orang Gayo sendiri, jika sedang berbicara dalam bahasa Gayo, sama sekali tidak pernah menyebut nama ini dengan nama Takengon. Ketika berbicara dalam bahasa Gayo orang gayo menyebut nama Kota ini dengan nama "Takengen" (huruf "e" pertama dibaca seperti "e" dalam kata "tempe" dan huruf e kedua dibaca seperti "e" dalam kata "sendu"). Pengucapan ini misalnya dapat kita dengar dalam lirik sebuah lagu Gayo legendaris karangan seniman besar almarhum AR Moese " Kin Takengen aku denem", bukan "Kin Takengon aku denem".
Berdasarkan fakta inilah saya berpendapat bahwa nama asli kota kelahiran saya ini adalah TAKENGEN bukan TAKENGON. Nama Takengen sendiri saya yakin berasal dari kata dalam bahasa Gayo yang dibentuk dari kata dasar "Takeng" dan akhiran "en". Kemungkinan ini adalah bahasa Gayo lama yang karena seperti banyak bahasa daerah lainnya bukanlah bahasa tertulis, kata-kata lama tersebut sudah banyak yang hilang digantikan kata-kata serapan baru dan tidak diketahui lagi artinya. Apalagi dalam berbahasa orang Gayo cepat sekali terpengaruh terhadap ungkapan-ungkapan baru. Baca : http://winwannur.blogspot.com/2008/12/takengen-setelah-10-tahun.html
Dalam bahasa Gayo akhiran "en" digunakan untuk menjelaskan tempat dilakukannya sebuah aktifitas. Misalnya "perempusen" yang berarti tempat berempus (berkebun), pelipenen yang berarti tempat berlipe (menyeberang sungai), peruweren yang berarti tempat beruwer (mengandangkan kerbau), Didisen yang tempat melakukan aktifitas Berdidis (menangkap ikan depik yang memijah di pinggir danau). Begitulah, dengan mengikuti pola yang sama seperti pembentukan kata-kata di atas, maka Takengen maksudnya adalah tempat melakukan aktifitas "bertakeng" yang entah apa artinya.
Seperti yang sudah saya ungkapkan di atas bahwa di kota kelahiran atau di tempat lain di dataran tinggi Gayo, orang Gayo hanya menyebut nama Takengon ketika mereka sedang berbicara dalam bahasa melayu, baik itu ketika berbicara dengan suku-suku Non-Gayo atau sesama orang Gayo sendiri.
Kebiasaan penyebutan nama Takengon ini bermula nama ini telah dilekatkan pada kota ini oleh pemerintah kolonial Belanda. Di samping itu saya pikir, penyebutan nama Takengon menjadi semakin kuat dan melekat dan dijadikan nama resmi kota ini oleh orang Gayo sendiri tidak lain karena masalah prestise. Dibanding nama Takengen (Nama kota ini ketika diucapkan dalam bahasa Gayo), di telinga orang Gayo nama Takengon (Nama Kota ini ketika diucapkan dalam bahasa Melayu) terdengar lebih keren.
Terbentuknya pola prestise seperti ini dalam masyarakat Gayo tidak bisa dilepaskan dari peristiwa merebaknya euforia modernisme di kota kecil kelahiran saya ini pada masa awal kemerdekaan dulu.
Pada masa itu, di negeri saya, modernisme kurang lebih dipahami sebagai segala sesuatu yang berbau 'luar'. Entah itu cara beragama, cara bersikap, bentuk rumah tinggal, cara berpakaian sampai penggunaan bahasa saat berbicara.
Praktek keagamaan misalnya, praktek lama yang banyak mengamodasi praktek-praktek religius lokal (kaum tue) diangap tidak modern dan kuno, karenanya praktek keagamaan ala "kaum tue" ini tidak begitu populer di kota ini.
Sejak masa awal kemerdekaan para pemeluk Islam yang tinggal di kota kelahiran saya lebih banyak menganut faham yang dipengaruhi oleh pemikiran Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh yang dibawa ke kota ini oleh anggota Muhammadiyah yang belajar di Minang dan orang Gayo yang belajar Islam di perguruan Al Irsyad Surabaya . Di banding "kaum tue", paham yang disebut "kaum mude" ini lebih tegas membatasi praktek-praktek keagamaan yang diadopsi dari kebiasaan pra Islam. Paham ini disebut 'Kaum Mude".
Untuk rumah tinggal, pada masa itu, semua "Umah pitu ruang" (rumah adat Gayo) di kota kelahiran saya ini dihancurkan untuk diganti dengan rumah-rumah kayu modern, berbentuk ruko yang bertingkat dua. Di beberapa tempat, seperti daerah pasar pagi dan Bebesen, "rumah-rumah modern" yang menggantikan "Umah pitu ruang" ini masih bisa kita saksikan sampai hari ini.
Dalam hal berpakaian, demi modernitas, pakaian adat lama juga ditinggalkan dan diganti dengan pakaian modern, untuk mempertegas ditinggalkannya cara hidup lama itu, di Blang Kejeren, para perempuan membakar pakaian adat gayo di depan umum (Bowen 1991: 112).
Perilaku berbahasa juga demikian, bahasa melayu yang menjadi bahasa nasional di negara ini pun naik kasta menjadi bahasa yang memiliki status lebih tinggi dibanding bahasa Gayo yang merupakan bahasa sehari-hari orang-orang yang tinggal di daerah ini.
Sebagaimana paham 'kaum mude", rumah berbentuk ruko dan pakaian ala barat. Oleh masyarakat yang tinggal di kota kelahiran saya ini, penguasaan bahasa Melayu dianggap sebagai cermin modernitas. Secara umum masyarakat memandang status keluarga yang dalam keseharian berbicara dalam bahasa Melayu lebih tinggi dibanding orang yang dalam keluarganya berbicara dalam bahasa Gayo. Dalam pandangan masyarakat kota ini, orang yang dalam keseharian berbicara dalam bahasa melayu terkesan lebih terpelajar.
Cara pandang seperti inilah yang membuat penyebutan nama Takengon terdengar lebih keren dibanding nama Takengen.
Begitulah yang terjadi di Gayo pasca hengkangnya penjajah kolonial, tapi itu semua tidak menjawab asal usul nama Takengon.
Tapi, asal-usul nama TAKENGON akan terlihat sangat jelas jika kita membaca "Het Gajoland en Zijne Bewoners" (Tanah Gayo dan penduduknya) sebuah karya antropologis dari Christian Snouck Hurgronje, seorang sarjana Belanda dari Universitas Leiden yang menulis tesis tentang Haji yang memulai pendidikannya di bidang Teologi dan kemudian mengalihkan studinya kepada studi bahasa Arab dan Islam.
C.Snouck Hurgronje sempat belajar di Mekkah selama 5 bulan, mengganti agamanya menjadi Islam dan mengganti namanya menjadi Abdul al Ghaffar (Waardenburg 1962:19).
Tahun 1889 Hurgronje meninggalkan Belanda menuju Batavia dan 2 tahun kemudian dia diminta oleh pemerintah Belanda untuk menjadi penasehat politik dan militer Belanda di Aceh.
Atas nasehat Hurgronje inilah Gubernur Belanda J. Van Heutz, merekrut Ulee Balang (priyayi Aceh) untuk berkoalisi melawan Ulama yang oleh belanda dianggap sebagai pusat kekuatan perlawanan Aceh (van' t Veer 1980).
Pada tahun 1900 Hurgronje mulai mengumpulkan informasi tentang Gayo dari orang-orang Gayo yang dia temui di pantai barat Aceh. Hurgronje yang sampai akhir hayatnya tidak pernah menginjakkan kaki di Tanoh Gayo, mendapatkan kebanyakan informasinya tentang Gayo dari seorang pemuda cerdas asal Isaq bernama Njaq Putih yang saat itu sedang belajar agama di Aceh Barat dan pada tahun 1902, Hurgronje mendapat satu lagi nara sumber tentang Gayo yang bernama Aman Ratus yang berasal dari Gayo Lues.
Pada tahun 1903, Hurgronje yang dianggap Penghianat Besar Islam oleh orang Aceh dan Orang Gayo tapi dianggap pahlawan oleh pemerintah Belanda ini menyelesaikan Het Gajoland en Zijne Bewoners. Dalam buku ini Hurgronje memaparkan permasalahan perpolitikan dan militer di Gayo, jalan-jalan yang mlintasi daerah Gayo, lokasi desa dan dusun serta kekuasaan yang dimiliki setiap pemimpin kelompok di Gayo. Dalam buku ini Hurgronje juga memaparkan banyak informasi tentanga nama -nama tempat, benda yang kita lihat sehari-hari, praktek keagamaan dan budaya sehari-hari orang Gayo.
Dalam menjelaskan nama-nama ini, sepertinya lidah eropa Hurgronje kesulitan menyebut nama-nama yang mengandung bunyi "e" seperti bunyi "e" dalam kata "sendu" . Dalam buku Het Gajoland en Zijne Bewoners, semua kata yang mengandung bunyi "e" ini oleh Hurgronje diganti dengan "O".
Mengenai ini bisa dilihat di buku Het Gajoland en Zijne Bewoners yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Tanah Gayo dan Penduduknya yang diterbitkan oleh Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS) pada tahun 1996.
Dalam buku ini kita bisa membaca di halaman 66 misalnya, oleh Hurgronje, kata "reje" disebut "rojo", "edet" menjadi "odot", "Tue" menjadi "Tuo", "saudere" menjadi "saudoro", "bedel" menjadi "bodol", "imem" menjadi "imom" dan "kerje" menjadi "kerjo".
Demikian juga dengan nama tempat sebagaimana nama TAKENGEN. Dalam buku ini Hurgronje mengubah nama itu menjadi TAKENGON.
Bukan hanya TAKENGON, tapi semua nama tempat lain yang mengandung bunyi "e" seperti bunyi "e" dalam kata "sendu" juga bernasib sama. Sebut saja misalnya Bebesen yang oleh Hurgronje diubah menjadi Bobasan (hal 17), Serbejadi menjadi Serbojadi (hal 10), Gayo Lues menjadi Gayo Luos (hal 9), Arul Ramasen menjadi Arul Ramason (hal 13), Kute Glime menjadi Kuto Glimo (hal 17), Oneng Niken menjadi Oneng Nikon (hal 21), Peruweren Tulen menjadi Peruworon Tulon (hal 29), Linge menjadi Linggo (hal 29), Ise-ise menjadi Iso-iso (hal 34), Blang Gele menjadi Blang Golo (hal 132), Reje Buket menjadi Rojo Buket (hal 141), Teungku Uyem menjadi Teungku (Uyom 144), Tami Delem menjadi Tami Dolom (hal 144), Paya Reje menjadi Paya Rojo (hal 144), Serule menjadi Serulo (hal 144), Menye menjadi Monyo (hal 152), Tingkem menjadi Tingkom (hal 154) dan banyak lagi.
Begitulah, soal nama-nama tempat di Gayo yang dimodifikasi oleh Hurgronje ini.
Belakangan ini saya melihat banyak orang Gayo yang begitu gencar untuk menunjukkan kembali identitas diri dan menggali kembali akar asal-usulnya. Sampai-sampai ada ide untuk membuat provinsi sendiri segala.
Tapi Ironisnya orang Gayo yang katanya sangat mencintai budayanya ini, yang katanya sangat Islami ini justru bangga memakai nama hasil modifikasi seorang pengkhianat besar Islam sebagai nama kota kebanggaannya.
Sejauh ini, saya sama sekali tidak melihat tokoh-tokoh Gayo, baik yang muda apalagi yang tua yang merasa terganggu dengan asal-usul nama TAKENGON yang sampai hari ini melekat menjadi nama kota kebanggaan orang Gayo ini. Sepanjang yang saya tahu, SAMPAI HARI INI hanya sayalah satu-satunya orang Gayo yang merasa terganggu dengan nama yang 'dihadiahkan' oleh Hurgronje kepada Kota Kelahiran saya tersebut.
Karena merasa terganggu, makanya dalam setiap tulisan saya yang menceritakan kota ini, saya selalu menyebut kota ini dengan nama TAKENGEN yang merupakan nama pemberian muyang datu saya, bukan TAKENGON yang merupakan 'hadiah' dari Hurgronje.
Wassalam
SEJARAH TANAH KELAHIRAN KU
BANYAK orang yang mengatakan Tanoh Gayo
merupakan sekeping tanah surga yang
terlempar ke bumi. Mungkin hal ini diilhami
kondisi geografis yang mempesona serta di
dukung dengan hasil alam yang banyak
membuat mata dunia tertuju ke Tanoh Gayo
sekarang ini. Sebagai contoh: Kopi Gayo
merupakan jenis kopi terunik dan memiliki
varitas terbanyak di dunia. Getah pinus dari
tanah Gayo merupakan getah pinus terbaik di
dunia. Teh Gayo (baca:Redelong) pernah
sangat terkenal di Benua Eropa sebelum
meletusnya Perang Dunia karena rasanya yang
istimewa. Dan lain sebagainya.
Secara metafisika hal tersebut diatas sangat
mempengaruhi dan memiliki sifat menggerakan
atau mengsugesti para penghuni yang
menetap hidup di sekitarnya. Catatan sejarah
mencoret bahwa banyak orang–orang besar
lahir dari Tanoh Gayo. Raja Aceh I pertama
lahir dari belantara pedalaman tanoh Gayo.
Pendiri kerajaan Samudra Pasai dan sekaligus
sultan pertamanya juga dari tanoh Gayo yang
terkenal dengan sebutan Sultan Malikulsaleh
atau orang Gayo menyebutnya Merah Silu.
Pencipta logo Aceh (baca:Panca Cita ) juga
orang Gayo yaitu Khairul Bahri ( lihat Buku Gayo
Awards 72+…..Jema “ People of the Coffee”
yang akan diterbitkan oleh The Gayo Institute ).
Dan ketika dulunya orang Gayo masih
mengkonsumsi makan serba tradisonal, dari
Tanoh Gayo bisa melahirkan lebih kurang 17
orang mendapat gelar profesor, yang pada saat
itu secara kualitatif penduduk rakyat Gayo
masih sangat sedikit ( lihat Tabloid Gayo Post
“Gayo, Ukang Ogor – Ogoren” Edisi 04 April
2012 hal 14 )
Asal Usul Orang Gayo ?
Ratusan suku bangsa yang tersebar dari
Sabang sampai Merauke, salah satunya
adalah suku Gayo. Suku ini merupakan salah
satu suku minoritas terbesar yang mendiami
wilayah Pemerintahan Aceh. Tepatnya
mendiami wilayah pedalaman Aceh.
Keberadaan tentang asal usul masyarakat
Gayo, yang mendiami gugusan pengunungan
Bukit Barisan atau pedalaman wilayah Aceh
itu. Sampai saat ini masih diselimuti “kabut
misteri“. Beberapa nara sumber, kadang–
kadang mempunyai pendapat yang bertolak
belakang antara satu dengan yang lainnya.
Tapi, sekarang setelah ada penelitian Arkelogi
di pedalaman Tanah Gayo, sedikit banyak
menjadi seberkas sinar menguak tabir
keberadaan suku Gayo.
Dari beberapa literatur tua yang penulis baca
dan hasil diskusi dengan beberapa pemerhati
sejarah Gayo dari beberapa disiplin keilmuan.
Penulis menyimpulkan bahwa nenak moyang
orang Gayo sekarang mulanya berasal dari
percampuran bangsa Veda dengan penganut
kebudayaan Austronesia atau terkenal dengan
sebutan Proto Melayu yang membawa
kebudayaan Neolithikum.
Menurut Teori Sarasin/bersaudara, bahwa
bangsa Veda awalnya mendiami wilayah Asia
Tenggara dan merupakan populasi pertama
yang mendiami kepulauan Indonesia dengan
genotif berkulit gelap dan berpostor kecil
bersifat pemalu (baca:Budaya Sumang dalam
Adat Gayo). Keturunan asli bangsa Veda yang
ada saat ini di yakini adalah suku Kubu yang
berada di Jambi. Sebahagian lagi berasimilasi
(baca: kawin silang ) dengan pendatang baru
yang masuk ke Pulau Sumatra (baca: Proto
Melayu ). Bangsa Veda yang asli musnah,
diperkirakan di sebabkan letus vulkanik gunung
krakatau yang memisahkan pulau Jawa dan
Sumatra.
Dalam berkembangan selanjutnya
percampuran genetik (baca: perkawinan ) dan
budaya antara bangsa Veda dengan kelompok
manusia Austronesia adalah cikal bekal
sebuah suku yang nantinya di sebut Gayo. Hal
ini diperkuat dengan diketemukannya gerapah
yang merupakan peralatan manusia kelompok
Austronesia dan kapak peralatan Bangsa Veda
( lihat Serambi Indonesia terbitan 27 November
2012 dengan judul “Arkeolog Temukan
Kerangka Manusia 2.000 tahun lalu”).
Ada pendapat yang mengatakan lebih ekstrem
lagi, bahwa suku Gayo merupakan suku kuno
yang masih tersisa. Hal ini diperkuat dengan
diketemukannya gerapah yang dulu berfungsi
sebagai tempat beras yang umurnya lebih tua
dari yang berada di Hindia, yang selama ini
diyakini sebagai daerah tempat asal muasal
padi. Dan apakah mungkin tanoh Gayo ini
merupakan tempat legenda benua yang hilang
itu? Hipotesa itu bisa mendekati sebuah
kebenaran, bila mengacu kepada diketemukan
adanya aktivitas di sekitar danau Laut Tawar
sekitar 7.000 tahun yang lalu ? (Lihat buku
“Gayo Merangkai Identitas”). Ada tulisan
selanjutnya yang sekarang masih dalam
proses mencari bandingan literatur mengupas
tentang hal tersebut berdasarkan analisi
konstruksi sejarah komparatif.
Dalam proses berjalannya roda kehidupan
sehari–hari dan untuk mencapai sebuah
tujuan. Akhirnya mereka membutuhkan sebuah
pimpinan yang bisa mengarahkan mereka
secara massal menuju satu tujuan yang sama
untuk memenuhi kebutuhan hidup (baca: lahir
batin). Akhirnya mereka membuat sebuah
perkumpulan yang sekarang kita kenal dengan
sebuah kerajaan yang diberi nama Linge.
Dari beberapa literatur, kata Linge berasal dari
kata Sangsekerta yang artinya kursi atau
kekuasaan. Dan dalam bahasa yang lebih tua
lagi, yaitu bahasa priya (baca; Hindu Kuno ),
Linge berarti persembahan. Sedangkan
pimpinannya dinamakan “Meurah” (baca:
sebutan untuk raja–raja kuno). Baru di periode
generasi selanjutnya setelah masuknya unsur
Islam (baca: era Masehi), pimpinannya diberi
gelar Sultan.
Ada sebahagian pendapat yang mengatakan
bahwa kata Linge artinya Linge wo siara (baca:
Suaranya Cuma Ada) yang dihubungkan,
katanya (baca: belum ada fakta yang
mendukung kebenaran itu) dengan kedatangan
pimpinan Gayo dahulunya yang hanya ada
suaranya, tapi wujudnya tidak nampak.
Menurut hemat penulis, itu bisa di sebut hanya
merupakan sebuah akal–akalan orang dahulu
untuk menutup ketidak tahuan sejarah
sebelumnya (baca: keterbatasan pemikiran ).
Artinya memutuskan mata rantai sejarah, yang
akhirnya ceritanya bersifat antah berantah.
Sedangkan sebutan kata Gayo diyakini muncul
setelah berdirinya kerajaan Linge. Artinya kata
Gayo ada setelah adanya sejarah. Hal ini sama
dengan kasus. Sebelum Jakarta, namanya
Jayakarta. Sebelum Jayakarta, namanya
Batavia. Sebelum Batavia, namanya Sunda
Kelapa. Sebelum Sunda Kelapa, namanya…..
Tapi, di daerah itu telah ada penghuninya. Jadi
sejarah manusianya dulu baru diberi namanya
atau manusia lahir dulu baru diberi nama,
bukan namanya dulu baru orangnya lahir.
Kata “Gayo“, menurut beberapa pakar, antara
lain di ungkapkan oleh seorang pakar yang
berasal dari Negara Brunai Darussalam, yaitu
Prof. Dr. Burhanuddin , mengatakan kata Gayo
dalam bahasa Melayu Brunai Darussalam dan
Malaysia adalah “ Indah“ dan kata ini hanya
pantas diungkapkan/dilontarkan pada saat–
saat upacara tertentu saja.
Menurut sebuah informasi yang di sampaikan
secara turun temurun dari satu genarasi Gayo
ke generasi Gayo selanjutnya (baca:
kekeberen/bhs Gayo). Bahwa kata Gayo
berasal dari kata “Garib “ atau “ Gaib “. Hal ini
dihubungkan dengan datangnya pertama kali
leluhur orang Gayo ke wilayah ini, yaitu ;
pemimpin rombangan yang datang tidak
nampak wujudnya tapi suaranya kedengaran.
Ada lagi yang menghubungkan kata Gayo
dengan “dagroian “ berasal dari kata–kata
“ drang– gayu “ yang artinya orang Gayo. Dan
ada juga menyebut dengan sebutan pegayon
yang artinya mata air yang jernih.
Hal diatas mungkin bisa kita anggap sebuah
kebenaran sementara. Kalau kita melihat dari
sudut lingguistik. Karena makanan yang
dikonsumsi berubah setiap generasinya, yang
pada akhir berpengaruh kepada konstruksi gigi
yang bisa mempengaruhi dialek suara.
Mereka pertama kali menetap di bagian pesisir
pulau sumatera. Seterusnya mereka bermigrasi
menyelusuri sungai–sungai yang berada di
pedalaman Aceh. Makanya setiap
perkampungan kuno, yang pasti berada
dipinggiran alur sungai, karena melalui
sungailah mereka bermigrasi.
Lalu bagaimana mereka ini masuk ke Tanoh
Gayo seperti saat ini, akan dikupas penulis
pada bagian kedua.
PUISI UNTUK AYAH KU TERCINTA!!!!!
GETAR MALAM RINDUKU
Oleh Eko Putra Ngudiraharjo
Ingin ku gali gundukan itu
Dan mencabut papan nama setiap dukaku
Biarlah nafasku memeluk tentangmu
Puisi-puisi gelap menimangku
Sajak berairmata merangkulku
Dan merambatkan tiap ratap disekitar gelap
Seolah kau utus jangkrik untuk memejamkan lelahku
Nyanyi cerita tentang dahaga merindu
Seolah kau titipkan restumu
Lewat dingin malam menyuap
Mantra-mantra penghapus basah tatapku
Tiap dendang lantun macapat mengiring sendu
Seperti suara hati yang tersampaikan padaku
Bahkan suara gitar berbeda saat anganku
Menuju kenangmu
Getar yang mencakar, melahirkan syair bak
pujangga berlagu
Ini untukmu, itu buatmu, dan doa sebagai bhaktiku
Miss u bapak ngudi raharjo.
AYAH
Oleh Ratih Anjelia Ningrum
Disetiap tetes keringatmu
Di derai lelah nafas mu
Si penuhi kasih sayang yang luar biasa
Demi aku kau rela si sengat matahari
Hujan pun tak dapat membatasi mu
untuk aku anakmu...
Si setiap doamu kau haturkan segenap harapan
Ayah...
kan ku jaga setiap nasehatmu
Di setiapnafas ku
Di relung hati akan ku hangatkan nmamu
Akan ku kobarkan semua impianmu
Hanya untuk menikmati senyumu
Di ufuk senjamu
Ayah
KERINDUAN
Oleh Niki Ayu Anggini
Ayah dimana engkau berada
disini aku merindukanmu
menginginkan untuk berjumpa
merindukan akan belaianmu
Kasih sayangmu selalu ku rindu
engkau selalu hadir dimimpi
mimpi yang begitu nyata bagiku
menginginkan engkau untuk kembali
Aku selalu mengharapkan engkau hadir
menemani aku setiap hari
menemani masa pertumbuhanku ini
Aku tumbuuh menjadi besar
tanpa engkau disisiku
tanpa engkau yang menemani hari-hariku
AYAH SEGALANYA UNTUKKU
Oleh Clara
Ayah..
Beribu kata telah kau ucapkan..
Beribu cinta tlah kau berikan ..
Beribu kasih telah kau curahkan..
Hanya untuk anak mu..
Ayah..
Kau ajarkan ku tentang kebaikan..
Kau tunjukan ku tentang arti cinta..
Kau jelaskan ku tentang makna kehidupan..
Dan kau mendidik ku dengan sungguh kasih sayang..
Ayah..
Betapa mulianya hati mu..
Kau korbankan segalanya demi anak mu..
Kau banting tulang hanya untuk anak mu..
Kini ku berjanji untuk semua kerja keras mu..
Ku berjanji untuk semua kasih sayang mu..
Dan ku berjanji untuk ketulusan hati mu..
Bahwa aku akan selalu menjaga mu..
Aku akan selalu menyayangi mu hingga akhir hiup ku..
Terima kasih ayah untuk semua kasih sayang mu..
PUISI BUAD IBUKU TERSAYANG
Selembar Puisi Untukmu Ibu
Dentang nafasmu menyeruak hari hingga senja
Tak ada lelah menggores diwajah ayumu
Tak ada sesal kala semua harus kau lalui
Langkah itu terus berjalan untuk kami
Dua bidadari kecilmu…
Desah mimpimu berlari
mengejar bintang
Berharap kami menjadi mutiara terindahmu
Dalam semua peran yang kau mainkan di bumi
Ini peran terbaikmu
Dalam lelah kau rangkai kata bijak untuk kami
Mengurai senyum disetiap perjalanan kami
Mendera doa disetiap detik nafas kami
Ibu… kau berlian dihati kami
Relung hatimu begitu indah
Hingga kami tak sanggup menggapai dalamnya
Derai air matamu menguntai sebuah harap
Di setiap sholat malammu
Ibu…
Kami hanya ingin menjadi sebuah impian untukmu
Membopong semua mimpimu dalam pundak kami
Ibu…
Jangan benci kami
jika kami membuatmu menangis.
---------------------------------
Terima Kasih Ibu
IBU...rambutmu kini sudah mulai memutih
Kulitmu tak lagi kencang
Penglihatanmu tak lagi terang
Jalanmu kini sudah mulai goyang
Namun..apa yang terlihat
Semua itu tak pernah engkau rasakan
Semua itu tak pernah engkau pedulikan
Aku paham, semua itu demi anakmu
Sepanjang jalan engkau mengais rejeki
Sepanjang waktu engkau berhitung
Berapa laba kau dapat hari ini
Tuk membayar semua letihmu
Engkau tak lagi dapat membedakan
Mana siang, mana malam
Semangat mengalahkan gemetar kakimu
Dan segala rasa lelahmu
Ini semua...untuk siapa?
Hanya untuk anakmu
Anak yang engkau impikan menjadi orang hebat
Mencapai setumpuk asa
IBU...sampai kapanpun,
Anakmu tak kan pernah lupa
Atas semua jasa, do'a dan derita
Keringat yang engkau cucurkan
IBU...engkau sudah terlalu besar, berkorban
Hanya surga yang pantas membayar tulusmu
Hanya Tuhan yang pantas menjagamu
Dunia dan akherat...
IBU...
Anakmu kan selalu merindumu
Do'a di setiap hembus nafas ini
Terima kasih...IBU, untuk semua ikhlasmu
---------------------------------
Doa'mu Ibu
Ibu...!
Aku tahu...
Semua letihmu itu tulus
Dan...akupun tahu
Bukan apa-apa yang engkau ingin
Engkau tak pernah inginkan apa-apa
Ibu...!
Dulu engkau pernah bilang
Cepatlah besar anakku !
Jadilah engkau orang besar
Yang membesarkan hati Ibu
Ibu...!
Semua hebatku
Tak kan pernah ada
Tanpa ikhlas pengorbananmu
Ibu...!
Sabdamu adalah do'a
Do'a yang nyaring terdengar
Dan pasti... didengar !
Bukan gelimang harta tuk membalas
Bukan pula, tahta dan mahkota
Sujud dan bakti jualah
Harta yang sesungguhnya!
---------------------------------
DOA UNTUK IBU
Aku tak tau apa yang harus kuLakukan tanpa dia
Dia yang seLaLu mengerti aku
Dia yang tak pernah Letih menasehatiku
Dia yang seLaLu menemani
DiaLah Ibu
Orang yang seLaLu menjagaku
Tanpa dia aku merasa hampa hidup di dunia ini
Tanpa.nya aku bukanlah apa-apa
Aku hanya seorang manusia Lemah
Yang membutuhkan kekuatan
Kekuatan cinta kasih dari ibu
Kekuatan yang Lebih dari apapun
Engkau sangat berharga bagiku
WaLaupun engkau seLaLu memarahiku
Aku tau
Itu bentuk perhatian dari mu
Itu menandakan kau peduLi denganku
Ya Allah,,
BerikanLah kesehatan pada ibuku
PanjangkanLah umur.nya
Aku ingin membahagiakan.nya
SebeLum aku atau dia tiada
Terimakasih Ibu
Atas apa yang teLah kau berikan padaku
Aku akan seLaLu menyanyangimu
---------------------------------
TANGISAN MATA BUNDA
Dalam Senyum mu kau sembunyikan letih mu
Derita siang dan malam menimpa mu
tak sedetik pun menghentikan langkah mu
Untuk bisa Memberi harapan baru bagi ku
Seonggok Cacian selalu menghampiri mu
secerah hinaan tak perduli bagi mu
selalu kau teruskan langkah untuk masa depan ku
mencari harapan baru lagi bagi anak mu
Bukan setumpuk Emas yg kau harapkan dalam kesuksesan ku
bukan gulungan uang yg kau minta dalam keberhasilan ku
bukan juga sebatang perunggu dalam kemenangan ku
tapi keinginan hati mu membahagiakan aku
Dan yang selalu kau berkata pada ku
Aku menyayangi mu sekarang dan waktu aku tak lagi bersama mu
aku menyayangi mu anak ku dengan ketulusan hati ku
---------------------------------
Ibu
Aku lahir tanpa apa-apa,
Engkaulah yang mengajariku segalanya,
Membesarkanku dengan segala upaya,
Berharap aku kan jadi orang yang berguna..
Ketika aku menangis dalam takut,
Engkaulah yang menenangkanku..
Dan ketika aku jatuh sakit,
Engkaulah yang selalu berada di sampingku..
Engkau menegurku ketika aku salah,
Engkau mengingatkanku ketika aku lupa,
Engkau menghiburku ketika aku sedih,
Engkaulah yang menyembuhkanku ketika aku terluka..
Kini aku telah dewasa,
Berusaha mengejar dan meraih cita-cita,
Berharap kan menjadi orang yang berguna,
Demi mewujudkan harapan dan impian keluarga..
Terima kasih ibu,
Engkaulah segalanya bagiku,
Tanpamu kini aku bukanlah apa-apa,
Kasihmu padaku tak kan terbalas sepanjang masa...
---------------------------------
Dentang nafasmu menyeruak hari hingga senja,
Tak ada lelah menggores diwajah cantikmu.
Tak ada sesal kala semua harus kau lalui,
Langkah itu terus berjalan untuk kami.
Dua bidadari kecilmu...
Desah mimpimu berlari,
Mengejar bintang...
Berharap kami menjadi mutiara terindahmu,
Dalam semua peran yang kau mainkan di bumi.
Ini peran terbaikmu...
Dalam lelah kau rangkai kata bijak untuk kami.
Mengurai senyum disetiap perjalanan kami,
Mendera doa disetiap detik nafas kami.
Ibu...
Kau berlian dihati kami.
Relung hatimu begitu indah,
Hingga kami tak sanggup menggapai dalamnya.
Derai air matamu menguntai sebuah harap,
Di setiap sholat malammu...
Ibu...
Kami hanya ingin menjadi sebuah impian untukmu,
Memanggul semua mimpimu dalam pundak kami. Ibu...
Jangan benci kami,
Jika kami membuatmu menangis...
Senin, 10 Juni 2013
HARI PERTAMAKU DI PESANTREN
Malam ini, pada tanggal 10-juni-2013 aku mencoba untuk kembali menulis artikel ke-dua ku, di blok MAHRETA WIN DAGI . Dan untuk artikelku yang ke-dua iniaku mencoba untuk menceritakan beberapa pengalaman ku, yang kualami pada awal aku menjalani hidupku di PESANTREN DARUL ARAFAH RAYA, pada hari itu tepadnya pada hari minggu (aku lupa saat itu tanggal dan bulan berapa tapi seingad ku saat itu tahun 2009) aku di antar ke pesantren oleh oranmg tuaku, dan pada siang harinya orang tuaku sudah kembali, alhamdulillah aku tidak menangis pada saat itu karna dari kecil aku sudah di titip deengan nenek ku untuk sekolah TK di sana, tepad nya di TK ABAMERSAH URING (kota takengon – aceh tengah). Saat itu aku bertempad di asrama MUZDALIFAH kamar 9, kebetulan kami di kamar itu berjumlah 1 orang, mereka adalah:
• Fadlan Yasir
• Rizki Prayogo
• Achmad Muhajir
• Sahidan Angga
• Satria Purba
• Roelly Kurniawan
• Try Juli Wijaya
• Akbar Juanda
• Haikal Ghaji
• Aurel Ayudi
• Mahreta Pratama
• M.Surya Juanda
• Dirta Bresi Milala
• Charul Tarigan
• Febri Armanda HSB
• M.Roid Arrasid STM
Ada bebe rapa hal yang terjadi pada malam itu yang tidak bisa ku lupakan yang pertama ,padea malam itu si aurel dan surya sangad ribud , mereka menirun suara binatang si aurel meniru suara kucing, si surya meniru suara bebek, sedang kan aku dan yang lain cerita horor di sudut lain di kamar itu. Sampai-sampai karna ketakutan mendengar cetita nya akbar menumpang di slimut ku, dan pada malam itu ada satu kajadian lagi yang benar-benar takkan terlupakan olehku, pada malam itu akbar juanda dan dirta berkelahi, dan katanya sih perkelahian itu terjadi karena dirta mengolok-ngolok si akbar. Memang hari pertama ku di pesantren mungkin kenangan indah,lucu,sedih,mengerikan yang takkan terlupakan oleh ku.
Selasa, 07 Mei 2013
CINT - AKU
Cintaku....!!!, cinta pertamaku kutemukan di pacar kedu-aku,
dan menurutku bertemunya aku dan dia adalah suatu kebetulan dan suatu hal yang
unik, karena kamin itu ketemunya di bulan puasa, dan kami itu sama-sama lagi pulang
kampung dan nginap di rumah nenek kami masing-masing.
Awalnya aku melihatnya sih masih belum
ada hal yang mengusik hatiku, namun setelah beberapa hari aku melihat nya, entah
apa hal yang membuat aku bisa senang dan suka melihatnya yang akhirnya tumbuh menjadi rasa
cinta dan sayang, memang kuakui dia adalah seorang wanita yang sangat indah dan
menawan, sesuai nama nya INDAH .
Satuhal yang membuatku tambah senang dan sayang kepada- nya,
ternyata dia satu sekolah denganku, dan aku tau itu dari adikku yang entah
kenapa tiba-tiba bisa dekat dengan dia, dan dari adikku lah aku banyak tau
tentang dia dan juga perasaan nya kepada ku, yang ternyata diam-diam ia juga
menyayangiku.
Dan mungkin
dia akan menjadi orang yang sangat berarti dan bersejarah bagiku, dan aku akan
berusaha untuk terus mempertahankan hubungan indah dan unik ini......!!!
walaupun kami termaksud salah satu pasangan jarakjauh.......!!! dan satu-lagi
catatanku menjaga hubungan jarak jauh itu adalah hal yang sangat sulit dalam percintaan....!!!
Langganan:
Postingan (Atom)